KERENDAHAN HATI

Dalam kitab Wahyu 4:1-11, ada sebuah adegan di mana dua puluh empat tua-tua Tersungkur serta melemparkan mahkota mereka di hadapan takhta Allah ketika mahluk-mahluk surgawi menaikkan puji-pujian, ucapan syukur dan penyembahan kepada Allah. Mereka sadar bahwa mahkota mereka pun pemberian Tuhan. Mereka mengembalikan’ mahkota mereka bagi kemuliaan Allah. Reaksi Mereka tersebut adalah sikap yang merendahkan diri dihadapan Tuhan. Mahkota adalah gambaran dari kuasa, kemuliaan, kejayaan dan hormat, yaitu segala sesuatu yang telah diberikan Tuhan. (Kita harus ingat, bahwa dihadapan Tuhan tidak ada yang dapat kita banggakan, karena semua yang kita miliki dari Tuhan asalnya, bila itu semua diangkat Tuhan dari hidup kita maka kita hanyalah debu). Karena itu, dihadapan Tuhan (Tuan di atas segala tuan/Raja di atas segala raja), tidak ada orang kecil atau besar, kaya atau miskin, semuanya sejajar. Bagaimanapun juga Tuhan melihat hati (karena hubungan kita dengan Tuhan adalah hubungan dari hati ke hati).
Sikap yang merendahkan diri akan termanifestasikan dalam hidup kita, bila kita memang rendah hati. Apa yang ada di dalam perbendaharaan hati kita, bagaimanapun juga akan terpancar dalam bentuk sikap dan perkataan. Dalam kenyataan sehari-hari, kerendahan hati ada dalam hati dan pikiran, ketika kita dalam keadaan kecil, lemah dan kekurangan. Namun ketika Tuhan telah mengangkat martabat kita, menguatkan, memberkati serta memberikan kemuliaan-Nya bagi kita, perlahan-lahan kerendahan hati beralih haluan menjadi keangkuhan. Yang tadinya sangat membutuhkan Tuhan kini tidak begitu membutuhkan Tuhan. Hal baik (sikap hati) yang harus terus kita jaga dan pelihara seumur hidup adalah kerendahan hati. Firman Tuhan mengatakan, kesombongan/keangkuhan mendahului kehancuran (Amsal 16:18). Bahkan, Allah kita adalah Allah yang rendah hati, itu memang sifat-Nya yang unggul dan patut kita teladani dan warisi, mengapa? Karena Ia adalah Bapa kita dan kita adalah anak-Nya. Salah satu sifat Allah adalah kasih. Ia adalah sumber kasih (bagi kita, 2 Korintus 13:11), bahkan Ia sendiri adalah kasih (1 Yohanes 4:8,16, kasih adalah seluruh keberadaan diri-Nya). Dan salah satu dari manifestasi kasih adalah tidak sombong, 1 Korintus 13:4.

Matius 5:3, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya kerajaan Sorga.” LAI


Kotbah Yesus di bukit dari ayat 1-12, berbicara mengenai kondisi hati yang menyebabkan berkat Tuhan dicurahkan (kata “berbahagialah”, dalam King James Version dan The Amplified Bible, dipakai kata “blessed are” yang berarti “diberkatilah”).
Dalam ayat 3, orang yang diberkati Tuhan adalah orang yang miskin di hadapan Tuhan.

Catatan:

> Kalimat “orang yang miskin di hadapan Allah” dijelaskan oleh The Amplifie
Bible sebagai orang yang rendah hati (the humble)
> Dalam Firman Allah Yang Hidup (Alkitab dalam bahasa sehari-hari, diterbitkan
oleh Yayasan Kalam Hidup) ditulis “orang yang rendah hati”
> Sedangkan Alkitab Kabar Baik (Alkitab dalam bahasa Indonesia sehari-hari,
diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia) ditulis “orang yang merasa tidak berdaya dan hanya bergantung pada Tuhan saja”.

Kerendahan hati terhadap sesama manusia melahirkan sikap yang tidak menganggap orang lain lebih rendah atau menganggap diri sendiri lebih tinggi dari orang lain. Sedangkan terhadap Tuhan akan lahir sikap menyadari keterbatasan diri sendiri, sehingga menjadikan Tuhan sebagai sumber segala-galanya, serta tergantung/berharap kepada Tuhan sepenuhnya. Seorang yang merendahkan dirinya di hadapan Tuhan akan bermegah atas kelemahannya karena di dalam kelemahan itulah kuasa Tuhan menjadi nyata, 2 Korintus 2:9. Ia akan selalu sadar bahwa dalam keadaan apapun, apakah dalam keadaan buruk atau baik, kekurangan atau berkelimpahan, kecil atau besar, Tuhan tetap pribadi yang ia butuhkan.


Share on Google Plus

About Yedija Prima

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment