IMAN SEJATI NABI HABAKUK DI TENGAH KETIDAKADILAN DAN PENDERITAAN


Di antara sekian banyak nabi dalam Perjanjian Lama, nabi Habakuk menempati posisi yang unik. Ia bukan hanya menyampaikan pesan Tuhan kepada umat Israel, tetapi juga menuliskan pergumulan batinnya sendiri dalam menghadapi kenyataan hidup yang tidak adil.


Kitab Habakuk, meski hanya terdiri dari tiga pasal, menyimpan pesan iman yang mendalam dan relevan untuk setiap orang percaya hingga hari ini.

MENGENAL NABI HABAKUK

Nabi Habakuk hidup sekitar akhir abad ke-7 SM, pada masa kerajaan Yehuda berada di ambang kehancuran. Zaman itu penuh kekacauan: hukum diabaikan, kekerasan meningkat, dan moral bangsa merosot tajam. Di tengah situasi itu, Habakuk menyaksikan ketidakadilan merajalela—orang jahat hidup bebas, sementara orang benar menderita.

Nama “Habakuk” sendiri berarti “pelukan” atau “yang memeluk”, melambangkan seseorang yang memeluk erat imannya meski dunia di sekelilingnya runtuh. Ia bukan nabi yang berteriak di jalan menyerukan pertobatan, melainkan seorang nabi yang berdialog dengan Tuhan, menumpahkan isi hatinya dengan jujur.

PERGUMULAN IMAN NABI HABAKUK

Kitab Habakuk dimulai dengan keluhan yang sangat manusiawi:

Habakuk 1:2, “Sampai berapa lama lagi, ya TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar?”

Habakuk merasa Tuhan seolah diam terhadap ketidakadilan. Ia tidak mengerti mengapa Allah membiarkan kejahatan terus terjadi tanpa hukuman. Namun, ketika Tuhan menjawab bahwa Ia akan memakai bangsa Kasdim (Babel) untuk menghukum Yehuda, Habakuk justru makin heran. Mengapa Tuhan memilih bangsa yang bahkan lebih jahat untuk menghukum umat-Nya sendiri?


Dari sinilah muncul pergumulan batin yang dalam. nabi Habakuk berani bertanya, tetapi tidak memberontak. Ia jujur, namun tetap menghormati Tuhan. Sikapnya menunjukkan bahwa iman sejati tidak menutup ruang untuk bertanya, asalkan pertanyaan itu muncul dari hati yang mencari kebenaran.

JAWABAN TUHAN DAN PUNCAK IMAN

Dalam pasal 2, Tuhan menjawab Habakuk dengan sebuah prinsip abadi:

Habakuk 2:4, “Tetapi orang yang benar akan hidup oleh percayanya.”

Ayat ini menjadi inti dari seluruh kitab Habakuk dan bahkan menjadi dasar teologi penting dalam Perjanjian Baru. Rasul Paulus mengutipnya dalam Roma 1:17 dan Galatia 3:11 untuk menegaskan bahwa keselamatan datang karena iman, bukan karena perbuatan.

Tuhan juga menegaskan bahwa keadilan-Nya tidak pernah gagal. Meskipun tampak tertunda, hukuman bagi Babel akan datang pada waktu yang tepat. Habakuk belajar bahwa Tuhan tidak buta terhadap kejahatan, hanya saja Ia bekerja dengan cara dan waktu yang tidak selalu bisa dimengerti manusia.

DOA DAN PUJIAN DI TENGAH PENDERITAAN

Pasal ketiga dari Kitab Habakuk berubah menjadi doa pujian yang indah. Setelah bergumul dengan pertanyaan dan kebingungan, Habakuk akhirnya sampai pada titik iman yang kokoh. Ia menyadari bahwa meskipun keadaan tampak suram, Tuhan tetap berdaulat.

Pernyataannya yang terkenal menunjukkan puncak iman sejati:

Habakuk 3:17–18, “Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan... namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.”




Di sinilah keindahan iman Habakuk bersinar. Ia tidak lagi memuji Tuhan karena keadaan baik, tetapi karena siapa Tuhan itu sendiri. Iman seperti ini adalah iman yang teguh, yang tetap berdiri meski segala sesuatu di sekitar tampak runtuh.

PELAJARAN HIDUP DARI NABI HABAKUK

Kisah nabi Habakuk memberikan beberapa pelajaran penting bagi kehidupan orang percaya masa kini:

1. Kejujuran di hadapan Tuhan bukan tanda kelemahan, tetapi kedewasaan iman. Habakuk menunjukkan bahwa kita boleh bertanya dan bergumul, asalkan tetap mencari Tuhan dalam proses itu.

2. Keadilan Tuhan tidak pernah gagal, meski tampak terlambat. Seperti Babel yang akhirnya dihukum, setiap kejahatan akan mendapatkan ganjarannya pada waktunya.

3. Iman sejati bertahan tanpa syarat. Habakuk memuji Tuhan bukan karena berkat, melainkan karena karakter-Nya yang setia dan adil.

RELEVANSI HABAKUK UNTUK ZAMAN SEKARANG

Di dunia modern yang penuh ketidakpastian, banyak orang bisa merasa seperti Habakuk—melihat ketidakadilan, kejahatan, dan penderitaan yang seolah dibiarkan. Namun melalui kisah nabi ini, kita diajak untuk tetap percaya bahwa Tuhan bekerja dalam diam, dan orang benar akan hidup oleh iman.

Habakuk mengajarkan bahwa iman bukanlah tentang mengerti semua jawaban, tetapi tentang tetap percaya kepada Tuhan meski tak mengerti jalan-Nya. Dalam pelukan iman itulah, kita menemukan kekuatan sejati — sama seperti nabi Habakuk ribuan tahun lalu.

Yedija Prima

seorang yang melayani Tuhan karena kehendak-Nya & karena Ia telah mati baginya

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form