Filipi 4:4, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!"
Anak-anak pada usia tertentu masih saja dapat tertawa terbahak-bahak walau di sisi lain orang tua mereka sedang dibuat pusing tujuh keliling oleh kenaikan harga kebutuhan-kebutuhan pokok. Kemampuan mereka untuk tetap bergembira di tengah kekacauan ekonomi dunia sekarang ini memang luarbiasa. Ya bisa jadi, mereka mampu seperti itu, karena mereka belum bisa benar-benar mengenali/memahami semua yang terjadi di sekitar mereka, apalagi memahami 'apa itu' kekacauan ekonomi. Namun sayangnya ada sebuah kenyataan, seiring dengan perkembangan nalar mereka, anak-anak makin kehilangan kemampuannya untuk 'tetap tertawa' di tengah-tengah kesulitan. Sehingga ketika mereka menjadi dewasa, kemampuan tersebut hanya tinggal 'sesuatu yang tersisa'.
Sadar atau tidak, setiap orang dewasa membutuhkan kemampuan 'tetap tertawa/bergembira' ini, bahkan nampaknya orang dewasa lebih membutuhkannya ketimbang anak-anak. Saya (penulis) sangat percaya, Tuhan memang telah menanamkan kemampuan 'tetap tertawa/bergembira' dari sejak awal kehidupan kita, agar kita mampu menghadapi dan menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Lunturnya kemampuan 'tetap tertawa/bergembira', secara mendasar memang disebabkan oleh perkembangan nalar. Namun bukan berarti tidak dapat dicegah. Kemampuan 'tetap tertawa/bergembira' bukanlah sesuatu yang tidak dapat dipertahankan/dipelihara keberadaannya.
Kesalahan banyak orang tua adalah: kurang memperhatikan perkembangan spiritual anak-anak mereka. Percaya atau tidak, kemampuan 'tetap tertawa/bergembira' pada anak-anak dapat dipertahankan sekaligus dikembangkan bila manusia rohani mereka berkembang dengan baik.
Lukas 1:80, "Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel."
Lukas 2:40, "Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya."
Ada beberapa anak nampak baik & sehat secara fisik, namun secara rohani justru sebaliknya. Mereka 'kurus' juga 'lemah'. Karenanya, memperhatikan perkembangan rohani anak adalah sebuah keharusan, apalagi bila kita memang mengasihi anak-anak kita. Perhatikan kalimat Tuhan Yesus berikut:
Matius 4:4, Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."
(hidup & pertumbuhan manusia pada dasarnya ditopang oleh dua hal: > makanan jasmani >> makanan rohani)
catatan hikmat:
Sebuah kenyataan di bawah matahari dan juga di bawah atap bait Allah, ada banyak orang tua yang tidak dapat menjadi Bapak/Ibu rohani bagi anak-anaknya. Hal itu memang ada sebabnya, mereka sendiri yatim secara rohani. Banyak orang tua tidak pernah memiliki pembina rohani dari sejak masa muda mereka walaupun hadir di sebuah gereja tiap minggu.
Bila demikianlah keadaan kita, sangat disarankan segera miliki pembina rohani. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.
Anak-anak pada usia tertentu masih saja dapat tertawa terbahak-bahak walau di sisi lain orang tua mereka sedang dibuat pusing tujuh keliling oleh kenaikan harga kebutuhan-kebutuhan pokok. Kemampuan mereka untuk tetap bergembira di tengah kekacauan ekonomi dunia sekarang ini memang luarbiasa. Ya bisa jadi, mereka mampu seperti itu, karena mereka belum bisa benar-benar mengenali/memahami semua yang terjadi di sekitar mereka, apalagi memahami 'apa itu' kekacauan ekonomi. Namun sayangnya ada sebuah kenyataan, seiring dengan perkembangan nalar mereka, anak-anak makin kehilangan kemampuannya untuk 'tetap tertawa' di tengah-tengah kesulitan. Sehingga ketika mereka menjadi dewasa, kemampuan tersebut hanya tinggal 'sesuatu yang tersisa'.
Sadar atau tidak, setiap orang dewasa membutuhkan kemampuan 'tetap tertawa/bergembira' ini, bahkan nampaknya orang dewasa lebih membutuhkannya ketimbang anak-anak. Saya (penulis) sangat percaya, Tuhan memang telah menanamkan kemampuan 'tetap tertawa/bergembira' dari sejak awal kehidupan kita, agar kita mampu menghadapi dan menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Lunturnya kemampuan 'tetap tertawa/bergembira', secara mendasar memang disebabkan oleh perkembangan nalar. Namun bukan berarti tidak dapat dicegah. Kemampuan 'tetap tertawa/bergembira' bukanlah sesuatu yang tidak dapat dipertahankan/dipelihara keberadaannya.
Kesalahan banyak orang tua adalah: kurang memperhatikan perkembangan spiritual anak-anak mereka. Percaya atau tidak, kemampuan 'tetap tertawa/bergembira' pada anak-anak dapat dipertahankan sekaligus dikembangkan bila manusia rohani mereka berkembang dengan baik.
Lukas 1:80, "Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel."
Lukas 2:40, "Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya."
Ada beberapa anak nampak baik & sehat secara fisik, namun secara rohani justru sebaliknya. Mereka 'kurus' juga 'lemah'. Karenanya, memperhatikan perkembangan rohani anak adalah sebuah keharusan, apalagi bila kita memang mengasihi anak-anak kita. Perhatikan kalimat Tuhan Yesus berikut:
Matius 4:4, Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."
(hidup & pertumbuhan manusia pada dasarnya ditopang oleh dua hal: > makanan jasmani >> makanan rohani)
catatan hikmat:
Sebuah kenyataan di bawah matahari dan juga di bawah atap bait Allah, ada banyak orang tua yang tidak dapat menjadi Bapak/Ibu rohani bagi anak-anaknya. Hal itu memang ada sebabnya, mereka sendiri yatim secara rohani. Banyak orang tua tidak pernah memiliki pembina rohani dari sejak masa muda mereka walaupun hadir di sebuah gereja tiap minggu.
Bila demikianlah keadaan kita, sangat disarankan segera miliki pembina rohani. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.
0 comments:
Post a Comment